November 28, 2007

semenit saja

kala kulihat banyak orang kelaparan
hatiku trenyuh dan menangis
aku bahkan sudah meneteskan airmata
tapi itu hanya semenit

setelah itu aku lupa
terlena akan mudahnya hidup
terbius oleh nikmatnya dunia
mungkin karena aku belum pernah kelaparan

lalu aku melihat anak kecil berebutan
uang lima ratus yang baru dia temukan
aku terharu lagi
kali ini lebih dahsyat
aku hendak melempar lima ratusku pada merka
tapi itu hanya semenit

setelah itu aku lupa
lampu merah sudah hijau lagi
sebentar lagi aku sampai di mall
aku harus membeli boneka,
lipstik, baju pesta, sepatu baru,
dan lima ratus
untuk membayar parkir

lalu aku menonton televisi
bencana dimana-mana
aku sampai menangis
hidup mereka sungguh menderita
tapi itu hanya semenit

setelah itu aku lupa
temanku menelepon
ayo kediskotik
kita clubbing
bersenang-senang
mumpung masih muda

dan aku tak pernah ingat lagi.....

simbah Kerti

Hari itu saya tidak kerja pagi, tapi ada kewajiban mengambil laundry, jadilah setelah menjalankan kewajiban itu saya pulang. Dijalan, Saya kehabisan bensin, jadi saya membeli bensin di pinggir jalan. Disana, Saya bertemu dengan dua orang nenek, dua-duanya sedang membawa keranjang yang di gendong di punggungnya. Salah satu diantara nenek itu kesakitan kakinya.
Saya jadi inget pada Mbah Simak, simbah saya dikampung. Jadi, Saya berhenti dan menawarkan untuk mengantar si simbah ke puskemas. Tadinya dia menolak, setelah saya desak, akhirnya ia mau juga saya antar ke puskesmas. Si simbah yang satunya pun pulang. Saya antar Simbah itu ke puskesmas, mbah Kerti, nama simbah itu, seorang nenek tua yang kurus dan renta.
Dipuskesmas, Mbah Kerti diobati seperlunya, karena kaki Mbah kerti sebenarnya cuma keseleo, dia memang baru turun dari bus kota. Mungkin dia terburu-buru, jadi jatuh dan kakinya terkilir.
Setelah itu, Saya mengantarnya pulang. Kamu tahu rumahnya? dia ternyata tinggal di sebuah rumah, atau mungkin hanya gubuk kecil dari bambu yang sudah reot sana-reot sini, Ia tinggal sendirian. Di rumah itu hanya ada sebuah dipan bambu, dengan kasur yang menipis, sebuah kursi reot, sebuah meja, dan anglo (alat untuk memasak dengan bahan bakar arang), serta peralatan masak yang sederhana. Saya jadi trenyuh, dia seorang nenek, hidup sendiri, dengan keadaan ekonomi yang memprihatinkan seperti itu.
Oh iya, rumahnya ada di samping selokan mataram, selokan yang terkenal di jogja, tanah diatasnya penuh dengan koskosan mahal, disekelilingnya banyak mahasiswa dengan tingkat intelektual tinggi yang notabene adalah anak2 orang kaya. Dibagian lain banyak pengusaha membuat usaha disitu. Tapi mbah kerti malah menyempil di rumah buruk rupa, tanpa saudara yang menjaganya, dan sekarang kakinya sakit pula...., duh.....
Sayapun duduk di kursi satu-satunya dirumah itu. Mbah Kerti menuangkan air teh dari tekonya yang sudah berwarna coklat. Dan diapun bercerita. Bahwa dia sudah sejak lahir ada di situ, dari jamannya semua tanah adalah sawah, hingga sekarang tak ada sawah sama sekali. Dari dulu ia berjualan buah di pasar kolombo, sampai kemudian banyak orang yang lebih kaya berjualan buah, hingga dia kalah saingan, dan sekarang hanya tinggal menjadi pedagang kembang. Yang hanya laris kalo musim ziarah. Tapi katanya, semua itu cukup untuk menghidupinya hingga saat ini. kayanya gusti Allah itu memang maha adil. manusia itu sudah ada rejekinya sendiri-sendiri. Seberapapun kecilnya rejekinya, akan selalu ada untuk hidup.
Saya jadi makin terharu. Kata-kata itu kok ya keluarnya dari mulut mbah kerti, yang masih memakai anglo, yang hanya tinggal di sebuah rumah kecil. Saya malah jarang mendengarnya dari orang kaya. Yang seharusnya mereka harus lebih banyak bersukur....
Mbah Kerti juga bercerita, bahwa di adulu punya suami, tapi suaminya meninggal di usia muda. Dan Ia tidak dikaruniai seorang anakpun, Jadilah dia menjanda sampai saat ini.
Kasihan, ya, mbah Kerti, seharusnya dia hidup senang, dikelilingi cucu dan anak-anaknya, disebuah rumah besar yang asri, kemana-mana dijemput mobil, bukan naik bus dan jatuh seperti itu.
Setelah sekadar cerita-cerita itu sayapun pulang. Eh, dijalan kok saya malah malu sendiri dengan Mbah kerti. Saya kok rasanya kurang peka dengan sekeliling saya. Saya memang sering lewat jalan itu, tapi kok ya saya nggak tahu, kalo ada seorang nenek yang tinggal di rumah reot itu. Saya juga kok rasanya kurang bersyukur, makan harus pake lauk yang enak, minum harus yang manis, kemana-mana harus pake motor. Padahal mbah kerti makan seadanya, minum air teh tawar, kemana-mana naik bus atau jalan kaki. Kok Saya rasanya rakus sekali....
Apa saya sudah ketularan gaya hidup orang2 kaya, ya? Yang harus tampak elegan dengan segala kecongkaannya, yang selalu kurang dengan apa yagn didapatkannya. Ah, tapi mungkin g semua orang kaya seperti itu, ya. Tapi kok ya mereka kebangetan. Dijalan tadi ada beratus-ratus motor yang lewat sebelum saya, tapi kok ya gak ada yang berhenti. Apa mereka sebegitu sibuknya? sehingga mata mereka hanya memandang ke depan saja?
Ah...., saya tidak tahu. Saya memang tidak pernah bisa merubah siapa-siapa. atau apa-apa. Tapi semoga saya konsisten dengan diri saya sendiri. mungkin ada banyak orang yang peduli, tapi say atidak tahu siapa mereka. Setidaknya, saya berdoa, semoga masih ada yang peduli, tanpa embel2 apapun, tanpa buntut dari LSM mana, dari Organisasi apa, karena embel-embel hati tentu lebih indah.....

untuk mbah kerti: Semoga banyak orang mati, ya, mbah, jadi kembangnya laku.....

jakal, nov 07

November 25, 2007

(cerita) Putri handweni

Wanita itu bernama bu Nah, Ia adalah seorang wanita yang tinggal di kontrakan sempit disamping rumah budheku, di sebuah kampung di kawasan malioboro, jogja. Aku tidak tahu siapa nama lengkapnya, yang jelas semua orang memanggilnya mbak Nah. Ia adalah seorang buruh cuci, buruh asah-asah, buruh kerok, buruh bersih2, dan buruh apa saja yang di suruhkan orang padanya. Ia bukan orang terkenal, ia orang biasa, tetapi ia sangat istimewa, terutama bagiku.
Dulu, waktu Aku masih tinggal di rumah Budhe, aku sering berkunjung kerumah sempitnya, sekadar untuk bercerita tentang apa saja. Dari ceritanyalah aku jadi tahu kisah kehidupannya yang istimewa.
Dahulu, Bu Nah adalah seorang pembantu di sebuah keluarga kaya. Suatu hari, majikan laki-lakinya jatuh cinta padanya. Hingga kemudian Bu Nah hamil, dan ia pun di usir dari rumah keluarga itu, dengan perut besarnya, tanpa ganti rugi apapun atas semua yang dilakukan oleh si majikan laki-lakinnya itu. Dan Bu Nah pun pergi, mengontrak rumah (kamar) sempit di samping rumah budheku.
Waktu itu aku bertanya kepadanya, mengapa Ia tidak menuntut apapun pada si majikannya itu, dan jawabnya
"Kalo Saya itu iklas, mbak ika, lilo dengan semua yang terjadi pada diri saya, wong saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi. mau minta perlindungan pada siapa?, ya sudahlah, saya iklas, biar Tuhan yang membalas semuanya..." katanya sambil mengelus dadanya yang sudah menipis itu.
Sejak Ia mengontrak sendiri, majikan laki-lakinya serign menengoknya, dan Bu Nah pun masih setia menerimanya, tanpa amarah sedikitpun. Hingga si majikannya itu memutuskan lari dari rumah istri tuanya, meninggalkan istri dan anak-anaknya, untuk tinggal bersama Bu Nah, akhirnya mereka menikah, dan Bu Nahpunn kembali dikaruniani seorang anak laki-laki.
Sayangnya, pada saat Suami Bu Nah memutuskan untuk bersamanya, Suaminya itu mulai sakit-sakitan, dan tidak mampu mencari nafkah sendiri. Jadilah Bu Nah berkerja untuk menghidupi 4 orang. Dan Bu Nah masih saja iklas.
Sampai kemudian si Suami meninggal, dan ironisnya lagi, jenasah suaminya diminta oleh pihak keluarga, Bu Nah pun tidak boleh mengurus jenasah suaminya. Lagi-lagi Bu Nah pasrah.
Sekarang, bertahun-tahun setelah kejadian itu, Bu nah sekarang masih tinggal dengan kedua anaknya, masih jadi buruh cuci baju dan cuci piring, masih tinggal di kontrkan sempit di samping rumah budheku, Sekarang putra putrinya sudah dewasa, satu diantara mereka masih kuliah. Dan Bu Nah masih tetap baik hati dan ceria...
Dulu, waktu Aku masih kuliah, aku pernah membicarakan nama kelompok makalahku padanya, waktu itu pikiranku enggak jauh-jauh dari trio apa..., gitu, dan Bu Nah memberikan suatu ide padaku
"mbok namanya kelompok putri handweni aja, mbak ika, " katanya
"Maksudnya?" Tanyaku
"Putri handweni itu maksudnya putri yang mempunyai, menpunyai harapan, cita-cita, tekad yang kuat, keinginan yang besar, dan usaha yang gigih. Dan suatu saat akan menjadi putri handweni juga, handweni kekuasaan, harta, kesuksesan, sahabat, dan apapun hasil dari yang dia perjuangkan dahulu..."
Akupun manggut-manggut.
Kupikir, yang putri handweni itu ya Bu Nah sendiri, Ia memiliki rasa iklas, ia memiliki tekad yang kuat, dan ia memiliki usaha yang gigih. Aku harap suatu ketika bu nah akan menjadi putri handweni berikutnya, memiliki harta yang cukup, hari tua yang indah, anak-anak yang baik. Semoga.......

November 21, 2007

(puisi) menggengggam hati

pada sebuah hati
yang aku tak tau
mengapa semua kuserahkan padanya

cinta, tubuh, jiwa
yang aku tau memang salah
dan hari-hari bertumpuk dosa
tak tau kapan berakhir

sebuah hati
yang meninggalkan begitu saja
tanpa cinta, doa, harapan

tapi memang bukan salahnya
semua salahku
yang buta
dan takberpikiran

meski mungkin tak pernah bisa
menggenggamnya,
semoga orang lain yang memilikinya
lebih berbahagia
daripada aku


untuk:hati seorang kawan

November 10, 2007

wisuda sarjana

3 november 2007

Pagi pulang dari kantor, Saya enggak tidur sama sekali, karena takut, kalo saya tidur, maka saya akan susah sekali bangun. Jadi saya juma tidur2 ayam di tempat tidur, sambil menunggu pagi tiba.
jam 6.00 pagi, saya sudah mandi, dan memakai baju baru. sebuah kemeja biru, dengan bawahan rok panjang hitam, dan kerudung hitam. Sambil menunggu ibu dan suami ibu saya datang, saya duduk sambil terkantuk2 di tempat tidur. Akhirnya saya enggak sabar sendiri. jadilah saya naik motor ke stasiun untuk menjemput mereka.
Dengan becak, ibu dan ayah tiri sya berangkat menuju gedung mandala bhakti wanita tama, guna menghadiri wisuda saya. hehe. itulah untuk pertama kalinya saya menjadi pusat perhaitan.
Jadi, ternyata disana Saya menjadi satu2nya cewek dengan dandanan paling buruk. Sementara semua orang memakai kebaya, saya hanya mengenakan kemeja biasa, dan tanpa make up sedikitpun. Tapi saya tidak malu, kok. Menurut Saya, tidak apa2 tidak berdandan isimewa, toh hanya dipakai beberapa jam saja. untuk apa coba kita mengeluarkan uang beratus-ratus ribu hanya untuk kesalon. toh nanti dandanannya dihapus lagi. Padahal, bagi banyak oranag ratusan ribu itu bisa untuk makan berberapa minggu. ....
Dan ternyata lagi, saya menjadi wisudawati terbaik semester ini di kampus, wah betapa groginya saya. padahal sebelumnya saya adalah cewek yang biasa-biasa aja. ke sekolah naik sepeda, sepatu hanya satu-satunya, ujian sering nyontek, tugas paling ngopi milik teman, skripsi banyak ngarangnnya, walah-walah, saya kok malah malu menyandang predikat itu. wong teori ekonomi aja saya ga tau..... uh uh uh
Tapi lumayanlah, paling enggak saya bisa sedikit sombong sama teman2, biarpun saya miskin dan buruk rupa (hehe) paling enggak saya kan kumlod, dan mereka enggak....., hehehe. paling enggak mereka jadi tahu. oh, ternyata meika yang naik sepeda ke skolah itu lumayan ya, otaknya, hhehe
Yah begitulah.....
Selesai mendengarkan berbagai sambutan, yang sebagian besar sabutannya saya g tau, karena aku sudah tertidur pulas, akhirnya selesai juga wisuda itu. jadilah sekarang aku Meika, se Yang menurut aku sih se-se an, hehehe. Akhirnya saya pulang ke rumah. kepala saya pening sekali waktu itu. maklumlah enggak tidur semaleman.
eh iya, saya juga dapat hadiah sejumlah uang dari kampus. tapi uang itu sudah langsung amblas, karena saya sudah di todong teman2 untuk nraktir. hehehe
Tiba saatnya menceritakan bagian yang paling menyenangkan dari cerita ini. jadi setelah sesiangan kami (saya, ibu dan ayah tiri saya), mengahdiri acara wisuda itu, kamipun makan. karena saya juara, ibu dan ayah tiri saya memberi hadiah yang paling saya sukai, yaitu makan sepuasnya di rumah makan padang.....
hehehe. sayapun makan sepuas-puasnya, ayam goreng, daging cincang, sayur gori, sambel, babat, ikan bakar, saya lalap habis....., saya sudah ennggak peduli lagi sama baju yang jadi kekecilan itu..., pokoknya makan terus....
Begtulah cerita saya....

wah, padahal inti dari wisuda itu bukan makan2nya ya....
jadi inget nasihat pak rektor, bahwa, begitu kita selesai dari sini, perjuanagan baru aja dimulai, saatnya menjadi wirausaha,
Tuhan, semoga hal ini tidak pernah membuat Saya sombong, karena tak akan ada artinya semua ini bila saya menjadi sombong karenanya, semoga.......



Taman pintar, 10 nov 2007, hari ultah echi, hari pahlawan

November 04, 2007

bermotor pagi hari

Jam 3 dini hari
Hari itu suasana di kantor memang sedang tidak enak. Teman-teman semuanya mengeluh karena kerjaan tidak selesai-selesai. Aku jadi enggak enak sendiri. So, aku putuskan nanti malam aku lembur, biar kerjaan untuk besok agak berkurang. Jadilah aku pergi ke kantor malam itu, mengeringkan semua cucian yang tersisa.
Setelah semua selesai, dan memang aku mengantuk sekali waktu itu, jam 3 pagi akupun pulang menuju kos2anku.
Tiba-tiba aja ditengah jalan hujan turun. Sudah kadung naik motor, aku jadi males untuk berhenti dan make mantol. Jadi aku terus saja mengendarai motorku pelan-pelan. Suasana pagi buta itu sangat sepi. Hanya ada beberapa mobil yang melintasi di jalanan. Jalanan serasa milikku seorang.
Aku mengendarai motorku sambil menyenandungkan lagu Yogyakartanya katon. sambil sesekali menyeka air hujan yang jatuh dimataku. Ternyata aku ga sendirian, di tengah hujan itu, aku melihat beberapa gelandangan pindahan. Dari depan perempatan Gramedia, beberapa gelandangan sedang ngukuti barang2nya, kayaknya mereka mau pindahan. Di di pinggir jalan suroto beberapa tukang becak terlihat sedang tertidur di becaknya masing-masing. kebayang enggak sih, di suasana yang begitu dingin itu, kamu meringkuk di becakmu, tidak dikamrmu yang hangat?
Di bawah jembatan lempuyangan, banyak gelandangan ber desak-desakan menghindari hujan
Tau ga, mereka g tidur. bagaimana cara mereka tidur dengan kondisi yang basaha seperti itu, coba?
Sambil tetap bermotor. aku malah jadi meneteskan air mata sendiri.
Tuhan, betapa beruntungnya aku.
Aku punya kamar kos yang walaupun kecil namun hangat.
Paling ga, aku jadi enggak menggelandang seperti mereka.
Jadi nyesel, bahwa aku sering sekali marah-marah dan mengeluh dengan keadaanku yang kurang kaya ini.
Waktu itu, aku jadi berhayal. seandainya ku punya rumah yang besar, pasti aku akan mengajak semua gelandangan itu untuk menginap di rumahku.
Tapi aku juga mikir, kalo aku jadi orang kaya, aku pasti g akan melihat orang-orang ini. Karena, kalo aku kaya, aku pasti tidur dirumah, enggak perlu lembur malam2. kalo aku jadi orang kaya, aku pasti maik mobil, sehingga aku ga akan pernah merasakan tusukan air hujan yang menyerbu wajahku. kalo naik mobil, aku pasti g akan melihat sekelilingku, karena aku pasti konsentrasi supaya mobilku tidak tergores sedikitpun.
uh uh
jadi orang kaya memang enak. Tapi jarang ada orang kaya yang peka dengan sekelilingnya.
Tuhan, semoga ketika aku kaya kelak, aku tidak akan kehilangan kepekaan yang aku miliki ketika aku miskin.
Tuhan, semoga ketika aku kaya, aku masih memikirkan hal ini.
semoga.....
Sayang sekali, aku tidak bisa melakukan apapun untuk orang-orang yang aku liat itu.
Aku hanya sedikit terharu. Sayang sekali aku bukan orang kaya.................